Bismillah....
Saya persembahkan untukmu para Akhowatiy fillah... baik yang belum menikah ataupun yang sudah menikah. Baik yang masih muda ataupun yang sudah tua. Baik yang sudah memiliki anak perempuan atau yang belum memilikinya. Renungkanlah hadits berikut.
Saya persembahkan untukmu para Akhowatiy fillah... baik yang belum menikah ataupun yang sudah menikah. Baik yang masih muda ataupun yang sudah tua. Baik yang sudah memiliki anak perempuan atau yang belum memilikinya. Renungkanlah hadits berikut.
Diriwayatkan dari Anas bin Malikradhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda :
أَلاَ
أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ فِي الْجَنَّةِ؟قُلْنَا بَلَى يَا رَسُوْلَ
الله كُلُّ وَدُوْدٍ وَلُوْدٍ، إِذَا غَضِبَتْ أَوْ أُسِيْءَ إِلَيْهَا
أَوْ غَضِبَ زَوْجُهَا، قَالَتْ: هَذِهِ يَدِيْ فِي يَدِكَ، لاَ أَكْتَحِلُ
بِغَمْضٍ حَتَّى تَرْضَى
“Maukah
kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?” Mereka
menjawab : “Tentu saja wahai Rasulullaah!” Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam menjawab : “Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia marah,
atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.” (HR. Ath Thabarani dalam Al Ausath dan Ash Shaghir. Lihat Ash Shahihah hadits no. 3380).
Istri yang
menginginkan hidup penuh dengan kebahagiaan bersama suaminya adalah
istri yang tidak mudah marah. Dan niscaya dia pun akan meredam kemarahan
dirinya dan kemarahan suaminya dengan cinta dan kasih sayang demi
menggapai kebahagiaan surga. Ia tahu bahwa kemuliaan dan posisi seorang
istri akan semakin mulia dengan ridha suami. Dan ketika sang istri tahu
bahwa ridha suami adalah salah satu sebab untuk masuk ke dalam surga,
niscaya dia akan berusaha menggapai ridha suaminya tersebut. Allah Subhaanahu wa Ta’alaa berfirman ketika menjelaskan ciri-ciri orang yang bertaqwa, satu di antaranya adalah orang yang pemaaf ;
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Qs. Ali-Imran: 134).
Wahai para
istri shalihah, jadikan baktimu kepada suamimu berbalas ridha Allah.
Lakukanlah baktimu dengan niat ikhlas karena Allah, berusahalah dengan
sungguh-sungguh dan lakukan dengan cara yang baik. Lakukanlah untuk
mendapatkan ridha suamimu, maka Allah pun akan ridha terhadapmu.. In syaa Allah.
Sebaliknya,
apabila suami tidak ridha, Allah pun tidak memberikan keridhaan-Nya.
Parahnya lagi, para malaikat pun akan melaknat istri yang durhaka.
Rasulullaahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ
فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا
عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil
istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan terhadapnya),
maka penghuni langit murka kepadanya hingga suaminya ridha kepadanya.” (HR. Bukhari no. 5194 dan Muslim no.1436).
Bahkan, apabila suami murka bisa mengakibatkan tertolaknya shalat yang dilakukan oleh sang istri. Wal iyyadzubillaah. Sebagaimana sabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada hadits riwayat Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhumaa,
ثَلَاثَةٌ لَا
تَرْتَفِعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا
وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ
وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ
“Ada tiga kelompok yang shalatnya tidak terangkat walau hanya sejengkal di ataskepalanya (tidak diterima oleh Allah). Orang yang mengimami sebuah kaum tetapi kaum itu membencinya, istri yang tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya, dan dua saudara yang saling mendiamkan (memutuskan hubungan).” (HR. Ibnu Majah I/311 no. 971 dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Misyakatul Mashabih no. 1128).
Gapailah ridha Allah melalui ketaatan terhadap suami
Marilah kita
berusaha mendapatkan ridha Allah. Karena mendapatkan ridha Allah
merupakan tujuan utama dari kehidupan seorang muslim. Dan kehidupan
berumah tangga merupakan bagian darinya, dan satu diantara yang akan
mendatangkan keridhaan Allah adalah proses ketaatan istri terhadap
suaminya. Sebuah tujuan yang lebih agung daripada berbagai kenikmatan
apapun. Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta’alaa,
وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar”. (Qs. At-Taubah : 72).
Diutamakannya
ridha Allah atas nikmat yang lain menunjukkan bahwa sekecil apapun yang
akan membuahkan ridha Allah, itu lebih baik daripada semua jenis
kenikmatan. Seorang istri hendaknya menjadikan ridha Allah sebagai
tujuan utama. Harapan untuk meraih ridha Allah inilah yang seharusnya
dijadikan motivasi bagi istri untuk senantiasa melaksanakan ketaatan
kepada sang suami. Jika Allah sudah memberikan ridha-Nya, adakah hal
lain yang lebih baik untuk diharapkan?
Tapi ingatlah
saudariku, bahwasanya ketaatan terhadap suami bukanlah sesuatu yang
mutlak, tidak boleh taat kepadanya dalam hal kemaksiatan. Tidak ada
alasan ketaatan untuk kemaksiatan.
لاَ طَاعَةَ لِـمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْـخَالِقِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq” (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 179).
Walaupun
keluarga dalam masalah, seperti himpitan ekonomi, hutang yang kelewat
besar atau persoalan kehidupan lainnya, seorang istri tetap tidak
dibenarkan menuruti perintah suaminya yang melanggar kaidah syar’i.
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada kewajiban taat jika diperintahkan untuk durhaka kepada Allah. Kewajiban taat hanya ada dalam kebajikan” (HR Ahmad no 724. Syeikh Syuaib Al Arnauth mengatakan, “Sanadnya shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim”).
Dan ketahuilah
duhai para istri shalihah, bahwasanya ridha suami berlaku pula untuk
amalan sunnah yang hendak dikerjakan oleh sang istri, seperti berpuasa
atau menerima tamu. Dalam hal ini, istri juga wajib mendapat ridha suami
melalui izinnya. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kepada kita,
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، وَلاَ تَأْذَنَ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak
halal bagi seorang isteri untuk berpuasa (sunnah), sedangkan suaminya
ada kecuali dengan izinnya. Dan tidak halal memberi izin (kepada orang
lain untuk masuk) ke rumahnya kecuali dengan seizin suaminya.” (HR. Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026).
Memang benar
adanya bahwa kehidupan yang telah dan sedang kita jalani telah
memberikan banyak pengalaman berupa tantangan dan kesulitan dalam
kehidupan suami istri. Hadapilah kesulitan-kesulitan tersebut dengan
kesabaran dan ketabahan. Perhatikanlah apa yang dikatakan Abu Darda’
kepada istrinya,
Disebutkan
dalam Tariqh Damasyqus (70/151) dari Baqiyah bin Al-Walid bahwa Ibrahim
bin Adham berkata, Abu Darda’ berkata kepada istrinya Ummu Darda’.
إذا غضبت
أرضيتك وإذا غضبت فارضيني فإنك إن لم تفعلي ذلك فما أسرع ما نفترق ثم قال
إبراهيم لبقية يا أخي وكان يؤاخيه هكذا الإخوان إن لم يكونوا كذا ما أسرع
ما يفترقون
“Jika kamu
sedang marah, maka aku akan membuatmu jadi ridha dan Apabila aku sedang
marah, maka buatlah aku ridha dan. Jika tidak maka kita tidak akan
menyatu. Kemudian Ibrahim berkata kepada Baqiyah “Wahai saudaraku,
begitulah seharusnya orang-orang yang saling bersaudara itu dalam
melakukan persaudaraannya, kalau tidak begitu, maka mereka akan segera
berpisah”.
Suamimu bukanlah malaikat
Sadarilah pula
wahai para istri yang shalihah.. bahwa suami kita bukanlah malaikat,
dan tidak akan pernah berubah menjadi malaikat. Kalau kita menyadari
akan hal ini, persiapkanlah diri kita untuk menerima kesalahan dan
kekeliruan suami kita, serta berusaha untuk tidak mempermasalahkannya.
Karena berbuat salah sudah menjadi tabiat manusia. Kita bisa mengambil
sikap bijak untuk menanggulangi kesalahan-kesalahan tersebut. Bukan
dengan mengikuti kesalahan-kesalahan suami, tetapi bisa melalui dua hal.
Pertama, Menasehati suami dengan cara yang baik apabila terbukti jelas ia berbuat kesalahan dalam kehidupan rumah tangga.
Kedua, tidak
mencela dan mencemoohnya bila ia berulang kali melakukan kesalahan yang
sulit dihindari tabiatnya, dan ini pasti ada dalam kehidupan berumah
tangga, akan tetapi bantulah dia untuk memperaiki diri dan meninggalkan
kesalahan tersebut. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Dan
bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 19)
Bersyukurlah akan anugerah dari Allah kepada kita berupa sang suami
Duhai para istri..
Marilah kita
sadari bahwasanya suami yang Allah anugerahkan kepada kita adalah sebuah
nikmat yang besar. Perhatikanlah di sekeliling kita! Betapa banyak para
wanita yang mendambakan kehadiran seorang suami, tapi belum juga
mendapatkannya. Dan betapa banyak pula wanita-wanita yang terpisah jauh
dari suaminya, bahkan betapa banyak pula wanita-wanita yang kehilangan
suaminya. Bersyukurlah duhai para istri shalihah. Janganlah sampai kita
tergolong ke dalam firman Allah berikut ini.
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur (berterima kasih)”. (Qs. Saba’: 13)
Perhatikan hak-hak suami dan peranan masing-masing istri dan suami
Dan ingatlah pula bahwasanya suami adalah nahkoda bagi rumah tangga kita. Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka”. (QS. An-Nisaa’ 34).
Ya, suami
adalah pemimpin rumah tangga kita. Maka dari itu, kita (suami dan istri)
harus saling memahami peran masing-masing di dalam rumah tangga.
Taatilah suami kita dengan baik selama bukan ketaatan dalam perbuatan
maksiat. Karena taat kepada suami merupakan salah satu kewajiban kita
sebagai istri. Dengan begitu, kita bisa merebut hati suami kita dan kita
pun akan mendapatkan ganjaran dari Allah berupa surganya yang indah.
Perhatikanlah hadits berikut ini,
إِذَا صَلَّتِ
الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا
وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ
أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika
seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan
(di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari
perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan
pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah ke dalam surga
melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dan jagalah
hak-hak suami kita. Sadarilah besarnya hak suami atas diri kita.
Ingatlah, sejak kita menikah, maka sang suamilah yang paling berhak atas
diri kita. Sampai-sampai Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh menyuruh seseorang sujud kepada orang lain, maka aku akan menyuruh seorang wanita sujud kepada suaminya.” (Hadits shahih riwayat At-Tirmidzi, di shahihkan oleh Al-Albani dalam Irwaa’ul Ghalil (VII/54).
Bersyukurlah terhadap pemberian suami
ورأيت النار
فلم أر منظرا كاليوم قط ورأيت أكثر أهلها النساء قالوا: بم يا رسول الله ؟
قال بكفرهن قيل أيكفرن بالله ؟ قال: يكفرن العشير ويكفرن الإحسان لو أحسنت
إلى إحداهن الدهر كله ثم رأت منك ما تكره قالت ما رأيت منك خيرا قط
“Dan
aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti
ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita.
Shahabat pun bertanya, ‘Mengapa (demikian) wahai Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam?’ Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, ‘Karena
kekufuran mereka.’ Kemudian ditanya lagi, ‘Apakah mereka kufur kepada
Allah?’ Beliau menjawab, ‘Mereka kufur terhadap suami mereka, kufur
terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah
seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat
sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata:
‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari, no. 105 2 , dari Ibnu Abbasradhiyallahu ‘anhuma).
Jangan selalu
melihat kekurangan suami. Apabila kita menemukan adanya kekurangan pada
diri suami kita, sadarilah bahwasanya kita pun mempunyai banyak
kekurangan. Berusahalah untuk saling menutupi kekurangan-kekurangan yang
ada.
Dan bersyukur
pulalah atas pemberian suami. Jangan sekali-kali istri meremehkan atau
tidak suka kepada suaminya hanya karena uang yang diberikan suaminya
terlalu kecil menurut pandangannya, padahal sang suami telah bekerja
keras. Ingatlah kepada Allah apabila keinginan hendak meremehkan itu
muncul. Bagaimana mungkin seorang istri meremehkan setiap tetes keringat
suaminya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah menganggapnya
mulia?
Apapun
pekerjaannya dan berapa pun penghasilannya, bukanlah masalah besar
asalkan halal dan mampu dilakukan secara berkelanjutan. Bersyukurlah dan
bersabarlah wahai para istri shalihah. Bukankah masih banyak
orang-orang yang keadaannya jauh di bawah kita? Ingatlah akan sabda Nabi
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
انْظُرُوا
إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ
فَوْقَكُمْ ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ
“Pandanglah
orang yang berada di bawah kalian (dalam masalah harta dan dunia) dan
janganlah kalian memandang orang yang berada di atas kalian. Karena yang
demikian itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah
yang telah dilimpahkan kepada kalian.”(HR Muslim, no. 2963).
Bersyukurlah
dengan kebaikan-kebaikan suami yang ada. Karena istri yang tidak
bersyukur akan kebaikan suami adalah istri yang tidak bersyukur kepada
Allah subhaanahu wa ta’alaa. Sebagaimana sabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
لا يشكر الله من لا يشكر الناس
“Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia dia tidak bersyukur kepada Allah”.(Hadits riwayat Abu Daud dan di shahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud(4811).
Berusahalah untuk menjadi istri yang shalihah
Berusahalah
untuk menjadi istri yang shalihah. Istri shalihah, yaitu istri yang baik
akidahnya, amal ibadahnya dan baik pula akhlaknya. Bagi seorang suami,
istri shalihah tak sekedar istri. Ia adalah teman di setiap langkah
kehidupan, pengingat di kala lalai, penuntun di saat tersesat, dan ia
adalah ustaadzah bagi rumah tangganya. Sungguh, tiada kebahagiaan di dunia yang lebih indah daripada bersanding dengan istri shalihah.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَة
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.”(HR. Muslim no. 1467).
Menjadi istri
shalihah adalah sebuah kemungkinan yang dapat diraih dengan keihklasan
dan bersungguh-sungguh dengan penuh ketulusan. Pelajarilah bagaimana
wanita terdahulu mampu meraihnya. Contohlah mereka dan lakukan dalam
rumah tangga kita. Jika sudah demikian, bersabarlah untuk memetik
hasilnya.
Kita sadari bahwasanya,
Kita bukanlah Hajar, yang begitu taat dalam ketakwaan,
Kita bukanlah Asiyah, yang begitu sempurna dalam kesabaran,
Kita bukanlah Khadijah, yang menjadi teladan dalam kesetiaan,
Kita bukanlah ‘Aisyah, yang menjadikan indah seisi dunia,
Tetapi kita, hanyalah seorang istri yang berusaha meraih predikat “Shalihah”.
Wa shallallaahu ‘ala nabiyyiinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam
***
Penulis : Yuhilda Ummu Izzah
Muraja’ah : Ustadz Abu Salman Hafizhahullaahu Ta’alaa
Maraji:
- Qur’anul Karim dan Terjemahannya
- http://quraan-sunna.com/vb/archive/index.php/t-46228.html/
- Al-Imam Bukhari, Shahiihul Bukhaarii, Daarul Hadiits, Kairo.
- Dr. Najla’ As-Sayyid Nayil, Agar Suami Cemburu Padamu, Bekal Bagi Para Istri, At-Tibyan, Solo.
- Syaikh Nada Abu Ahmad, Abul Hasan bin Muhammad Al-Faqih, Suami Shalih Aku Merindukanmu, Kiswah Media, Solo.
- Asadullah Al-Faruq, 24 Jam Amalan Agar Suami Makin Sayang, Taqwa Media, Solo.
- Abu Thalib Abdul Qadir Bin Muhammad Bin Husain, Merangkai Bunga-Bunga Bahagia di Taman Keluarga, Abyan, Solo.
- Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Pustaka At-Taqwa, Bogor.
- Ummu Ihsan dan Abu Ihsan, Surat Terbuka Untuk Para Istri, Pustaka Darul Ilmi, Bogor.
- Syaikh Abdullah bin Jarullah Alu Jarullah, Wanita Muslimah Inilah Surgamu, Pustaka At-Tazkia, Jakarta.
- Haulah Darwaisy, Rahasia Sukses Istri Shalihah, Pustaka Darul Ilmi, Bogor.
- Abdul Malik bin Muhammad Al-Qasim, Teruntuk Pendamping Hidupku…, Darul Falah, Jakarta.