Translate

Selasa, 31 Maret 2015

Membuka Aurat Lewat Status Facebook




Siang itu ada sebuah status dilengkapi foto mampir di beranda facebook.

Bersiap untuk berenang. Menjaga kebugaran tubuh. 

Sekilas mungkin status itu terdengar biasa. Tidak ada yang aneh. Apalagi kalau status itu ditulis oleh seorang model. 

Namun, bagaimana kalau yang menulisnya adalah seorang akhwat dengan jilbab lebar dan rapi, serta selalu menjaga pergaulannya dari lawan jenis? Apakah status diatas masih terasa biasa?

Seperti yang kita ketahui bahwa aktifitas renang biasanya dilakukan dengan kondisi membuka aurat. Pun tidak membuka aurat, apabila menggunakan baju renang khusus muslimah, juga akan tetap membentuk aurat. Sedang bila menggunakan baju biasa, juga akan tetap basah dan mencetak aurat.

Padahal, diseberang sana ada laki-laki yang punya daya visual yang tinggi. Beberapa ada yang hanya bisa memahami sebuah bahasa tulisan dengan membayangkan apa yang sedang dibayangkan atau dilakukan oleh penulis. Lalu bagaimana kalau laki-laki dengan tipe seperti ini yang membaca status diatas?

Duhai akhwat,

Apakah begitu sulit untuk menahan jari-jari agar tidak berbagi status yang tidak penting? Bukankah kegiatan sehari-hari kita bukan suatu hal yang penting untuk diketahui orang banyak?

Kejadian seperti ini bukan sekali atau dua kali terjadi. Tidak sengaja membuka ‘aurat’ secara tidak langsung untuk umum. Hal ini terjadi karena kurangnya rasa peka akan kondisi disekitarnya. Mungkin akan berbeda bila status tersebut ditulis dan di private sehingga yang bisa membaca hanya dirinya sendiri. Apalagi media sosial seperti facebook, dilengkapi fitur yang apabila ada orang yang berkomentar di status kita, status kita bisa muncul di beranda teman-teman facebook si pemberi komentar. Akhirnya semakin banyaklah yang membaca status tidak penting bahkan tidak pantas tersebut.

Coba bandingkan, bila status yang kita tulis bernilai kebaikan dan dakwah. Semakin banyak yang berkomentar, maka semakin banyak yang membaca, bahkan bila status itu bermanfaat, akan banyak yang membagikan status kita. Media sosial kita pun akhirnya menjadi ladang pahala bagi si empunya, bagi kita.

Semoga ini bisa menjadi bahan evaluasi kita semua. Agar mulai melatih jari untuk membatasi status-status yang tidak berarti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar