Translate

Minggu, 29 Maret 2015

Aku, Kado Terindah Bagi Keluargaku

















Hidup tidak selalu membawa kita pada episode kebahagiaan, senyum dan kesenangan. Saat kesedihan akhirnya harus kita jalani, kadang secara manusiawi, kita berharap ada seseorang yang bisa kita jadikan pelipur. Entah sekadar untuk bercerita demi melepas penat, atau malah bisa menghibur kita, sehingga sejenak bisa melupakan kesedihan dan mencari solusi yang tepat untuk keluar dari masalah.

Ya, betapapun kita melangkah jauh di manapun bagian di dunia ini, maka keluargalah yang biasanya menjadi tempat terhangat untuk kita kembali. Mungkin banyak dari kita yang setuju, jika keluarga adalah ibarat pelabuhan untuk kita bersandar dan beristirahat dari penatnya kesibukan dan individualitas dunia. Tapi sayang sekali, banyak di antara saudara kita yang tidak dapat menemukan itu di dalam keluarga mereka. Walau sekaya apapun mereka, namun hati mereka terasa menggelandang. Tidak punya “rumah”. 

Apakah pernah terbersit dalam hati kita, bahwa anggota keluarga kita sekarang ini, tidak pernah memesan sebelumnya kepada Allah untuk dipertemukan dengan kita dan terikat darah serta hati atas nama keluarga? Mungkin mereka bisa ditakdirkan Allah untuk berada di tengah-tengah keluarga yang lebih baik dari yang kita bisa ciptakan sekarang untuk mereka. Lalu, mengapa masih ada di antara kita yang justru kehadirannya dibenci oleh anggota keluarga yang lain? Karena kata-kata yang selalu menyakitkan, sikap yang tidak menyenangkan dan kebiasaan yang merendahkan? 

Saudaraku, bukankah kebaikan itu akan selalu menentramkan, menghangatkan baik siapa pun penerima dan pelakunya? Dan kebaikan hanya dimiliki oleh orang-orang yang baik. Kebaikan juga bukan hanya akan membaikkan diri kita sendiri, namun juga orang-orang yang kita sayangi. Lalu, mengapa kita masih setia untuk berlaku buruk? lalu mengapa kita masih tetap keras hati untuk menyuguhkan tontonan sikap yang buruk kepada keluarga kita, sehingga mereka sampai- sampai merasa tidak lagi memiliki diri kita sebagai bagian dari keluarga?

Maka jangan beratkan langkah orang-orang yang sudah atau sedang menyayangi anda, dengan sebuah timbal balik yang menyusahkan. Apakah terlalu sulit untuk kita memberikan senyum saat suami sedih, bersabar saat anak-anak menangis, dan tetap damai saat konflik akhirnya harus mampir di keluarga kita? memang tidak akan semudah mengatakan, namun sebuah niat baik terkadang awalnya terjadi secara sederhana, Tapi perhatikan bahwa efeknya tidak akan pernah sederhana.

Maka mengapa tidak kita mulai secepatnya melakukan sesuatu yang sederhana namun membahagiakan bagi diri kita sendiri dan keluarga kita? Bagaimana caranya? berikan senyum dalam kegalauan pasangan kita, dekati anak-anak kita yang puber seakan kita ini adalah teman yang paling pantas baginya untuk bercerita dan berteman. dan damaikan diri seakan kita adalah sahabat terbaik yang pernah kita punya di dunia ini. 

Selain itu, keputusan untuk tetap menyatukan sebuah keluarga adalah berarti juga mengizinkan kebahagiaan untuk hadir dalam keluarga kita.

Bagimana caranya? Jangan izinkan keburukan masuk dalam keluarga kita dalam bentuk kemarahan membabi buta, cemburu yang berlebih curiga, bohong, pelit, galak, cemberut, malas, bau, egois. Jika kita membiarkan semua ini tetap mendekam di rumah kita, maka kebahagiaan akan terdesak keluar.

Setialah kepada kebaikan yang Allah selalu ajarkan kepada kita, karena hal itu akan menjadikan kita bagai sebuah hadiah istimewa yang akan sangat membahagiakan bagi anggota keluarga yang lain. Dan bagai sebuah boomerang yang nantinya akan kembali kepada kita, maka kebaikan dan ketulusan yang kita berikan untuk keluarga akan berpencar, dan ikut memuliakan diri kita sendiri.

In syaa Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar