Nyeri persalinan merupakan sensasi yang tidak menyenangkan akibat stimulasi saraf sensorik. Nyeri tersebut terdiri atas dua komponen, yaitu komponen fisiologis dan komponen psikologis.

Komponen fisiologis merupakan proses penerimaan impuls oleh saraf sensorik dan menyalurkan impuls tersebut menuju saraf pusat. Sementara itu, komponen psikologis meliputi rekognisi sensasi, interpretasi rasa nyeri dan reaksi  terhadap hasil interpretasi nyeri tersebut.

Rasa nyeri persalinan bersifat personal, setiap orang mempersepsikan rasa nyeri yang berbeda terhadap stimulus yang sama tergantung pada ambang nyeri yang dimilikinya.

Nyeri persalinan berbeda dari nyeri pada umumnya, hal tersebut dikarenakan :
1.    Nyeri persalinan merupakan bagian dari proses yang normal, sedangkan nyeri yang lain pada umumnya mengindikasikan adanya injuri atau penyakit.

2.    Seorang ibu dapat mengetahui bahwa ia akan mengalami nyeri pada saat persalinan sehingga nyeri tersebut dapat diantisipasi.

3.    Pengetahuan yang cukup tentang proses persalinan akan membantu seorang ibu untuk mengatasi nyeri persalinan yang bersifat intermitten (sementara). Nyeri persalinan tersebut dapat berakhir setelah kelahiran bayi.

4.    Konsentrasi ibu yang tertuju pada bayi dapat menjadikan motivasi bagi ibu untuk lebih toleran terhadap rasa sakit yang dirasakannya saat persalinan.

Rasa nyeri yang dirasakan seseorange merupakan akibat respon fisik dan refleks fisik. Persepsi nyeri pada setiap orang akan berbeda karena setiap orang memiliki perbedaan budaya, koping mekanisme yang digunakan, tingkat pengetahuan dan sebagainya. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri persalinan menurut Sherwen, Scoloveno & Weingarten (1999).

1.      Umur dan paritas
Serviks pada wanita multipara mengalami perlunakan sebelum onset persalinan, namun tidak demikian halnya dengan serviks wanita primipara yang menyebabkan nyeri pada primipara lebih berat daripada multipara. Intensitas kontraksi uterus yang dirasakan pada primipara pun lebih besar daripada multipara terutama, pada akhir kala I dan permulaan Kala II persalinan. Wanita dengan usia muda mengalami nyeri tidak seberat nyeri yang dirasakan pada wanita dengan usia yang lebih tua.

2.      Ras, budaya dan etnik
Berbagai data menyebutkan bahwa ras, budaya, dan etnik berpengaruh terhadap cara orang mengekspresikan nyeri. Ekspresi nyeri tersebut berdasarkan perilaku lingkungan disekitarnya. Pengkajian yang akurat tentang kemajuan persalinannya dan tingkat toleransi terhadap nyeri ibu membantu bidan dalam menentukan kemungkinan komplikasi persalinan sebagai dampak dari suatu kebiasaan atau cultural tertentu.

3.      Mekanisme koping
Setiap manusia mempunyai cara tersendiri dalam menghadapi  stress akibat nyeri yang dialaminya. Namun ketika nyeri menjadi sesuatu yang mengancam integritas individu maka akan sulit bagi individu tersebut untuk mengontrol rasa nyerinya.dalam hal ini, peran bidan adalah mengobservasi bagaimana ibu dapat menurunkan rasa nyerinya dan mengkaji efektivitas metode yang digunakannya. Meskipus demikian, tidak menutup kemungkinan bagi bidan untuk memberikan alternative metode penanganan nyeri yang familiar bagi ibu.

4.      Metode relaksasi yang digunakan
Apabila seseorang ibu yang bersalin mampu melakukan relaksasi selama kontraksi maka ibu tersebut akan merasakan kenyamanan selama proses persalinannya. Penggunaan teknik relaksasi yang benar akan meningkatkan kemampuan ibu dalam mengontrol rasa nyerinya, menurunkan rasa cemas, menurunkan kadar katekolamin, menstimulasi aliran darah menuju uterus, dan menurunkan ketegangan otot. Teknik relaksasi yang digunakan dapat berupa teknik pernapasan saat kontraksi atau menggunakan teknik relaksasi mendalam seperti hynobirthing.

5.      Cemas dan takut
Kecemasan ringan dan sedang sebenarnya akan berefek positif terhadap ibu bersalin sehingga dapat meningkatkan perhatiannya terhadap proses kehamilan dan persalinannya sekaligus dapat meningkatkan pengetahuannya tentang proses yang akan dialaminya. Akan tetapi pada kecemasan berat akan menyebabkan ketidakmampuan ibu untuk menoleransi nyeri persalinan yang dialaminya.

Cemas dan takut menyebabkan peningkatan tegangan otot dan gangguan aliran darah menuju otak dan otot. Hal tersebut menyebabkan tegangan pada otot pelvis, kontraksi uterus yang terganggu, dan hilangnya tenaga pendorong ibu selama kala II persalinan. Ketegangan yang lama akan menyebabkan kelelahan pada ibu dan meningkatkan persepsi nyeri serta menurunkan kemampuan ibu untuk mengotrol rasa nyerinya.

6.      Kelelahan
Ibu bersalin yang kelelahan tidak akan mampu menoleransi rasa nyeri dan tidak mampu menggunakan koping untuk mengatasinya karena ibu tidak dapat focus karena relaksasi yang diharapkan dapat mengurangi rasa nyeri tersebut. Kelelahan juga menyebabkan ibu merasa tersiksa oleh kontraksi sehingga tidak dapat mengontrol keinginannya untuk meneran. Pada akhir kehamilan, kelelahan lebih banyak disebabkan oleh gangguan istirahat dan kurang tidur, kurangnya cairan dan kalori yang dikonsumsi, serta ketidakmampuan ibu dalam mengelola energinya saat persalinan.

Kadangkala ibu memerlukan medikasi untuk memfasilitasi istirahat ibu saat Kala I persalinan. Metode non farmakalogi yang dapat digunakan untuk memfasilitasi istirahat ibu antara lain hipnotis dan akupressur. Selain metode tersebut, perlu diperhatikan juga intake cairan dan kalori ibu serta perubahan posisi untuk mengurangi kelelahan pada ibu.

7.      Lama persalinan
Persalinan yang lama menyebabkan ibu mengalami stress dan kelelahan lebih lama sehingga rasa nyeri akan meningkat. Lamanya waktu persalinan bisa disebabkan oleh bayi yang besar atau kelainan pada pelvis yang mengakibatkan rasa nyeri dan kelelahan yang semakin meningkat seiiring dengan lamanya proses persalinan
Waktu persalinan bervariasi pada setiap orang. Semakin lama waktu persalinan, akan menyebabkan kelelahan juga akan semakin lama, serta meningkatkan kecemasan dan rasa nyeri pada ibu bersalin.

8.      Posisi maternal dan fetal
Posisi supinasi pada ibu bersalin menyebabkan rasa tidak nyaman pada ibu, kontraksi uterus yang tidak efektif dan menyebabkan sindrom hipotensi supinasi. Sindrom tersebut disebabkan oleh penekanan uterus dan fetus pada vena cava inferior dan aorta abdomen yang mengakibatkan penurunan tekanan darah ibu dan penurunan suplai oksigen pada bayi. Dengan demikian, perlu adanya ambulasi pada ibu bersalin untuk mengurangi kelelahan dan menurunkan persepsi nyeri.

Posisi oksiput posterior pada bayi menyebabkan penekanan oksiput bayi pada area sacrum ibu di setiap kontraksi yang mengakibatkan nyeri pada daerah punggung ibu, dimana nyeri tersebut tidak hilang pada saat bebas kontraksi. Posisi oksiput posterior bayi menyebabkan persalinan lama, sedangkan nyeri punggung ibu dapat menurun apabila bayi dapat melakukan rotasi menjadi posisi oksiput anterior dan proses persalinan mengalami kemajuan.

Intensitas nyeri persalinan pada primipara seringkali lebih berat daripada nyeri persalinan pada multipara. Hal itu karena multipara mengalami effacement (penipisan serviks) bersamaan dengan dilataasi serviks, sedangkan pada primipara proses effacement biasanya terjadi lebih dahulu daripada dilatasi serviks. Proses ini menyebabkan intensitas kontraksi yang dirasakan primipara lebih berat daripada multipara, terutama pada Kala I persalinan. (Sherweb, Scoloveno, & Weingarten, 1999).

Multipara telah mempunyai pengalaman tentang nyeri pada persalinan sebelumnya sehingga multipara telah mempunyai mekanisme untuk mengatasi nyeri persalinannya. Tidak demikian halnya pada primipara, dimana proses persalinan yang dialaminya merupakan pengalaman pertama yang menyebabkan ketegangan emosi, cemas, dan takut yang dapat memperberat persepsi nyeri. Nyeri atau kemungkinan nyeri dapat menginduksi ketakutan sehingga timbul kecemasan yang berakhir pada kepanikan.

Primipara juga mengalami proses persalinan lebih lama daripada proses persalinan pada multipara sehingga primipara mengalami kelelahan yang lebih lama. Kelelahan berpengaruh terhadap peningkatan persepsi nyeri. Hal itu menyebabkan peningkatan nyeri seperti suatu lingkaran setan (Bobak, 2005; Wijosastro, 2006)
Kebanyakan primipara merespon nyeri dengan rasa takut dan cemas yang dapat meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatis sehingga meningkatkan sekresi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin).

Epinefrin akan menstimulasi reseptor α dan β, sedangkan norepeninefrin akan menstimulasi reseptor α.
Stimulasi pada reseptor α menyebabkan seluruh bbagian uterus berkontraksi dan meningkatkan tonus otot uterus yang dapat menurunkan aliran darah pada uterus. Sementara itu, stimulasi pada reseptor β menyebabkan uterus relaksasi dan vasodilatasi pembuluh darah pada uterus dan menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta. Dengan demikian, sekresi katekolamin yang berlebih akan menyebabkan penurunan aliran darah ke dan dari plasenta sehingga fetus kekurangan oksigen dan menurunkan efektifitas kontraksi uterus yang mengakibatkan proses persalinan menjadi lebih lama (Gorrie, McKinnay and Murray, 1998).

Proses persalinan menyebabkan peningkatan metabolism dan peningkatan kebbutuhan oksigen. Jika ibu mengalami nyeri dan cemas maka dapat meningkatkan metabolisme tubuhnya yang ditandai dengan pernapasan cepat untuk mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigen dan melapskan karbondioksida secara berlebihan.

Perubahan pada respirasi pada maternal dan metabolisme menyebabkan gangguan pada plasenta sehingga fetus kekurangan oksigen dan berlanjut pada terjadinya metabolisme anaerob. Asidosis metabolic ini tidak dapat pulih segera setelah persalinan yang berbeda dengan asidosis respiratorik yang dapat segera pulih setelah proses persalinan (Gorrie, McKinnay and Murray, 1998).

Sementara menurut Shewen, Scoloveno dan Weingarten (1999) nyeri menyebabkan peningkatan kardiak output, penurunan aliran darah ke uterus, takikardia, aritmia, takinea, hiperventilasi, dan berkeringat banyak.