Translate

Minggu, 17 Mei 2015

Ngalap Berkah dengan Tubuh Orang Shalih, Bolehkah??



Sebagian kaum muslimin masih mencari (“ngalap”) berkah dengan cara mendatangi orang shalih dan mengambil berkah dari anggota tubuh mereka, seperti mengusap-usap ke badannya, memperebutkan keringat, rambut, dan bekas air wudhu mereka, atau meminum sisa minuman mereka, dan tindakan-tindakan lainnya.

Bolehkah tindakan semacam ini? Berikut ini kami sampaikan penjelasan dari Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh –hafidzahullahu Ta’ala- :

Telah berlalu penjelasan bahwa berkahnya anggota tubuh tidaklah ada kecuali bagi orang-orang yang telah Allah tegaskan adanya berkah dalam dzat (tubuh) mereka, seperti para Nabi dan Rasul. Adapun selain mereka, dari hamba Allah yang shalih, maka berkah mereka adalah berkah (yang berasal dari) amal perbuatan. Maksudnya adalah berkah yang muncul dari ilmu dan amal mereka, serta dengan mengikuti (meneladani) mereka, bukan berasal dari dzat (tubuh) mereka.

Di antara berkah orang shalih adalah mengajak manusia kepada kebaikan, doa manusia untuk mereka, dan manusia memberikan mereka manfaat dengan berbuat ihsan (kebaikan) kepada mereka dengan niat yang benar, dan hal semacam itu.

Di antara pengaruh berkah orang shalih adalah kebaikan yang Allah datangkan dengan sebab mereka dan Allah cegah datangnya hukuman dan adzab yang merata karena berkah keshalihan mereka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Huud [11]: 117).

Adapun meyakini bahwa anggota tubuh mereka mendatangkan berkah, kemudian mengusap-usap bagian tubuh mereka, meminum bekas air (sisa) mereka, atau mencium tangan mereka karena mencari (“ngalap”) berkah, maka hal semacam ini terlarang jika ditujukan kepada selain Nabi dengan beberapa alasan berikut ini :
  1. Tidak ada yang bisa mendekati level (keshalihan) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu bagaimana mungkin bisa disamakan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal berkah dan keutamaan?
  2. Tidak terdapat dalil syar’i yang menunjukkan bahwa selain Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam semisal dengan beliau shallalahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dengan mengambil berkah dari bagian tubuhnya. Maka mengambil berkah dari bagian tubuh adalah kekhususan bagi beliau shallalahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau memiliki kekhususan yang lainnya.
  3. Apa yang disampaikan oleh Asy-Syathibi ketika membantah orang-orang yang menyamakan selain Nabi dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengambil berkah dengan dzat orang shalih karena adanya kesamaan sebagai wali (kekasih) Allah. Asy-Syathibi berkata dalam Al-I’tishom (2/6-7),Alasan qiyas itu bertabrakan dengan dalil yang jelas pasti kebenarannya meski membingungkan dalam penerapanny, bahwasannya tidak ada satu pun yang melakukan “ngalap berkah” semacam itu kepada para shahabat radhiyallahu ‘anhu. Karena tidaklah Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan setelahnya manusia yang lebih utama melebihi Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu –yang merupakan pemimpin (khalifah) mereka- dan tidak ada satu pun yang melakukan hal semacam itu (kepada Abu Bakar). Tidak pula (dilakukan) kepada Umar radhiyallahu ‘anhu, yang merupakan manusia terbaik setelah Abu Bakar. Demikian pula (tidak dilakukan kepada) ‘Utsman, Ali, dan seluruh shahabat –yang tidak ada orang lebih utama dibandingkan mereka dalam umat ini. Tidak terdapat riwayat yang shahih dari satu pun di antara mereka bahwa mereka mengambil berkah dengan dzat/badan seseorang atau semacam itu (yaitu dengan mengambil berkah dari keringat, rambut, dan bekas air wudhu mereka). Bahkan mereka membatasi diri dengan mengikuti perbuatan, perkataan, dan jalan yang dilalui oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam. Maka hal ini seolah-olah kesepakatan mereka untuk meninggalkan hal-hal semacam itu”.Demikian pula tidaklah hal tersebut dilakukan kepada Al-Hasan dan Al-Husain –radhiyallahu ‘anhuma-, tidak pula kepada Fatimah radhiyallahu ‘anha. Maka berkah anggota badan tidaklah berpindah karena keturunan, tidak sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Syi’ah Rafidhah dan orang-orang yang mengikuti mereka.
  4. sadd dzari’ah (menutup jalan/sarana menuju keburukan) adalah salah satu di antara kaidah syariat yang penting. Kaidah ini memiliki dalil dari sejumlah ayat Al Qur’an dan hadits, hampir terdapat 100 hadits yang menjadi dalil dari kaidah ini. Oleh karena itu, agar ngalap berkah dengan badan orang shalih ini tidak melebar kepada semua orang shalih, maka hanya dikhususkan (dibolehkan) hanya untuk badan para Nabi saja.
  5. Bahwa perbuatan semacam ini –yaitu bertabarruk dengan selain dzat Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam– akan menjadi fitnah bagi mereka dan menyebabkan mereka bangga dengan diri mereka sendiri. Hal ini akan menyebabkan adanya rasa ‘ujub, sombong, riya’ dan memuji diri mereka sendiri, dan semua ini adalah amalan hati yang terlarang.
***
Diterjemahkan dari : Hadzihi Mafahimuna, karya Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, penerbit Idarotul Masajid wal Masyari’ Al-Khoiriyyah Riyadh, cetakan ke dua, tahun 1422, hal. 223-224 (Maktabah Syamilah).
Selesai disusun di Masjid Nasuha, Rotterdam, waktu isya’ 1 Shafar 1436.

Penulis : dr. Saifudin Hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar