Salah satu tindakan salah kaprah yang sedang melanda atau sering dilakukan kaum muslim pada era sekarang ini adalah terkait dengan ucapan RIP.
Saya awali artikel ini dengan sebuah berita kematian comedian Olga Syahputra, yang sedang menjadi trending topic tertinggi di media social maupun media televisi Indonesia. Saya baca banyak tweeps yg masuk di tweeter maupun bbm, ada yg menulis “RIP Olga Saputra dan bla 3x”.
Nah, tulisan ini sontak menjadi trend masa kini, ketika mendengar kabar berita tentang kematian seseorang misalnya. Satu yang menjadi pertanyaan menganjal di benak, yaitu pengunaan istilah “RIP”.
RIP merupakan istilah dari bahasa Ingrris, yaitu singkatan dari Rest In Peace atau dalam bahasa Indonesia artinya beristirahat dengan damai.
Menurut sejarah, Istilah ini sering di gunakan ummat Nasrani yang merupakan bagian dari aqidah Katholik, biasa terdapat pada epitaf dan disenandungkan saat Misa Requiem. Keyakinan ini juga terdapat pada agama Yahudi. Epitaf RIP ditemukan pada nisan Bet Shearim, Yahudi, yang meninggal 1 Abad Sebelum Masehi. Variasi lain Requiescat in pace atau Rest in Peace dalam bahasa Inggris adalah penambahan kata “may (semoga)”.
Ini terkait keyakinan dosa yang ditebus. Ungkapan RIP dalam bentuk ringkas maupun panjang digunakan pada upacara pemakaman tradisional Yahudi. Pijakannya adalah Talmud kuno. RIP dalam bahasa Inggris, yakni rest in peace, tidak ditemukan pada kuburan sebelum abad VIII Masehi. Meluas penggunaannya setelah abad XVIII.
Sedangkan bila merujuk ayat Al-qur’an surat Al-Baqarah:155 dan 156, tertulis,
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, — (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”.
Di sini letak kesalah – kaprahnya. Dalam ayat itu jelas ALLAH memerintahakan hambanya , apabila tertipa musibah agar mengucapkan “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”. Dan Karena kematian merupakan musibah yang di berikan ALLAH sebagai ujian kepada hambanya yang sabar.
Apakah RIP merupakan ucapan belasungkawa semata?
Tidak. Ucapan belasungkawa yang biasa gunakan kaum Nasrani adalah ungkapan “in my deepest condolence (pada duka cita yang amat dalam)…” atau serupa itu. Menilik sejarah yang lebih rinci, istilah ini merupakan konsekuensi iman & bagian dari peribadatan mereka.
Di mana orang yang sudah diupacarai dengan misa dan pernyataan RIP ada di dalamnya, dianggap sudah “bersih” dari dosa karena sudah ditebus. Dan menurut mereka yang tak mengimani RIP berarti sekaligus tak percaya kepada otoritas gereja maupun pastor, berarti Ini menunjukkan bahwa RIP adalah bagian keimanan pada agama mereka.
Dalam akun Facebook As-Sunnah Ustad Sofyan Chalid Ruray, memberikan jawaban terkait hukum penggunaan Istilah RIP ini. Diantara nya adalah :
1. Jika ucapan tersebut adalah kebiasaan orang-orang kafir maka hukumnya haram karena seorang muslim diharamkan menyerupai orang – orang kafir. Merujuk sebuah hadist Nabi :“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka.” [HR. Abu Daud dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Al-Irwa’: 1269].
2. Kalaupun ucapan tersebut bukan kebiasaan orang-orang kafir maka tetap saja tidak dibenarkan karena tidak berdasarkan dalil Al-Qur’an & As-Sunnah, dan tidak pula bermakna do’a. Adapun yang disyari’atkan adalah mengucapkan istirja’ (innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un) dan mendo’akan agar si mayit diampuni, dengan do’a-do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, seperti do’a Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk Abu Salamah, yang artinya : “Ya Allah ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya di tengah orang-orang yang mendapatkan hidayah, gantikanlah sepeninggalnya untuk orang-orang yang ia tinggalkan, ampunilah kami dan dia ya Rabbal ‘aalamiin, luaskanlah kuburannya dan terangilah dia padanya.” [HR. Muslim dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha].
3. Jika makna ucapan tersebut adalah, “Beristirahatlah dalam damai” maka itu tidak benar, sebab kita tidak tahu kondisi orang yang mati, apakah ia dalam keadaan mendapat nikmat atau azab kubur. Demikian pula setelah hari kebangkitannya, kita tidak tahu apakah ia termasuk penghuni surga atau neraka.
4. Jika si mayit itu mati dalam keadaan kafir maka sudah pasti ia termasuk penghuni neraka, bagaimana bisa dikatakan: Beristirahatlah dalam damai?
Wallahu a’lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar