Bismillah. Alhamdulillah.
Segala untaian syukur tak dapat ternilai akan segala nikmat Allah Ta’aalaa, yang telah menciptakan insan terindah,
yaitu dirimu ukhti (saudariku). Risalah kecil ini untuk engkau saudariku, yang
kita dipersatukan oleh ukhuwah karena cinta-Nya.
Ukhti, hampir saja aku tak dapat
mengenalimu lagi. Saat ini, kutemui banyak perubahan pada dirimu. Mungkin karena
engkau telah tumbuh menjadi sosok wanita yang telah dewasa. Namun, ada perasaan
asing ketika melihat sosokmu dewasa ini.
Kulihat engkau tampil dengan
berbagai kemewahan, kemewahan yang dipuja duniamu saat ini. Identitasmu sebagai
seorang muslimah, nyaris tak terlihat lagi. Jilbabmu, engkau mvdifikasi menjadi
penutup kepala. Gayamu tak pernah absen dari perkembangan fashion zaman ini. Akhlakmu, begitu lincah engkau alihkan dari
tuntunan syari’at agamamu. Masih maukah engkau bila kusapa sebagai muslimah?
Wanita dan Dunia
Saudariku, tahukah engkau
persamaan dan perbedaan antara wanita dan dunia? Kutanyakan ini karena kudapati
engkau begitu akrab bersahabat dengan dunia. Wanita dan dunia, percayakah
dirimu ukhti, bila kukatakan keduanya merupakan muara fitnah (ujian) yang
begitu berbahaya bila tak mampu terkontrol oleh syari’at?
Rasul kita Muhammad shallaallaahu ‘alaihi wasallam telah
lama memperingatkan kita akan bahaya fitnah tersebut. Beliau bersabda, “Takutlah kalian dengan dunia dan fitnah
wanita. Sesungguhnya permulaan fitnah terhadap Bani Israil terjadi dari arah
wanita” (HR. Muslim).
Kesamaan berikutnya antara wanita
dan dunia ialah keduanya merupakan perhiasan.
Rasulullah shallaallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia
adalah wanita shalihah” (HR. Muslim).
Masya Allah, betapa santun nan
indah Rasulullah shallaallaahu ‘alaihi
wasallam mengibaratkan sosok wanita itu ukhti, “Sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah”. Namun, inilah
perbedaan tajam antara wanita dan dunia. Dunia adalah perhiasan, tapi wanita
shalihah adalah sebaik-baik perhiasan itu.
Mari Zuhud terhadap Dunia
Sahl bin Sa’d as-Sa’idiy berkata,
“Seseorang mendatangi Nabi dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tunjukkan kepada
saya suatu amal, jika saya mengerjakannya saya akan dicintai oleh Allah dan
dicintai pula oleh sekalian manusia’. Rasulullah shallaallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Zuhudlah terhadap dunia
niscaya engkau dicintai oleh Allah. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia
niscaya engkau akan dicintai oleh mereka.” (HR. Ibnu Majah).
Allah Ta’aalaa berfirman di dalam al-Qur’an (yang artinya), “Tetapi kalian lebih mengutamakan kehidupan
dunia. Padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal” (QS. al-A’laa:16-17). Kita sebagai wanita sering lapar mata pada
hal-hal pemborosan. Allah Ta’aalaa
berfirman (artinya), “Kalian
menginginkan barang-barang kehidupan dunia, sedangkan Allah menghendaki akhirat
(bagi kalian)” (QS. al-Anfaal:67).
Nasihat untuk kita bersama ukhti,
agar mendekati zuhud, bukannya keglamoran.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (artinya), “… Mereka
bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibandingkan
dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit)” (QS. ar-Ra’d:26).
Akan tetapi, yang perlu kita
ingat adalah bahwa kita tidak lantas sama sekali melepas dunia, saudariku. Dunia
kita nomorduakan, akhirat kita nomorsatukan. Jika umat muslim membuang dunia
100%, bagaimana seorang ayah akan menafkahi keluarganya? Bagaimana kita dapat
mengerti kesehatan jika tidak memperlajarinya? Apakah teknologi akan berkembang
tanpa dikembangkan, ukhti? Kita meraih dunia seperlunya dan secukupnya saja,
tidak berlebihan.
Jabir meriwayatkan, “Suatu ketika,
Nabi shallaallaahu ‘alaihi wasallam
melewati sebuah pasar bersama beberapa sahabat. Beliau melihat seekor kambing
cacat yang telah menjadi bangkai, beliau mengambilnya, dan memegang telinganya.
Beliau bertanya, ‘Siapa diantara kalian yang ingin menukar ini dengan satu
dirham?’ Para sahabat menjawab, “Tidak ada seorang pun dari kami yang ingin
menukarnya dengan apa pun, karena kami tidak dapat mengambil manfaat darinya
sama sekali’.
Rasulullah shallaallaahu ‘alaihi wasallam meneruskan, ‘Apakah ada yang ingin
memilikinya?’ Para sahabat menjawab, ‘Demi Allah, andaikan dia hidup, dia pun
sudah cacat, apalagi ketika menjadi bangkai.
Maka Rasulullah shallaallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‘Demi
Allah, dunia ini di hadapan Allah lebih hina daripada bangkai ini di hadapan
kalian’ (HR. Muslim).
Subhaanallaah,
begitu hinanya dunia di hadapan Allah Ta’aalaa.
Namun ukhti, mengapa kita harus membayar mahal untuk dunia? Untuk apa kita
menggadaikan perhiasan terbaik kita (keshalihan) hanya untuk membeli dunia yang
tak ada artinya di sisi Rabb kita? Untuk
apa kita menghabiskan waktu di dunia yang sangat-sangat singkat ini dengan
kesia-siaan? Saudariku, dirimu terlalu mahal untuk dunia.
Saudariku, hendaknya kita belajar
dari putri baginda Rasulullah shallaallaahu
‘alaihi wasallam, Fathimah radhiyallaahu
‘anha. Seorang putri yang akur (patuh) dalam setiap perintah, taat pada
ayahnya, senantiasa tiada memiliki harta dunia, namun sarat akan perhiasan surga,
masya Allah.
Saudariku, wanita itu cantik, dan
wanita itu perhiasan. Syaratya hanya satu, tidak muluk-muluk, yaitu “shalihah”.
Wanita cantik itu :
1.
Seorang wanita yang
mempelajari al-Qur’an dan melaksanakan hukum-hukum yang ada di dalamnya.
2.
Ia menjadikan para sahabat
Nabi yang wanita (shahabiyyah)
sebagai suri tauladan dalam kehidupannya.
3.
Seorang wanita yang tidak
menoleh kepada seruan apa saja, dari arah manapun, untuk meninggalkan kehormatan,
kesucian, dan rasa malunya.
4.
Wanita yang menunaikan
kewajibannya dalam berbagai sisi kehidupan
5.
Seorang wanita yang taat
kepada suaminya dalam perkara yang ma’ruf, serta menjadi teman dan penolongnya
dalam kebaikan.
6.
Dia yang menahan diri dari
kenikmatan tidur untuk berdiri di hadapan Rabb-nya. Menegakkan shalat serta memohon
pahala dan ganjaran kepada-Nya.
7.
Ialah yang menunaikan
puasa sunnah karena mengharap keridhaan, kecintaan, dan keberkahan dari Rabb-nya.
8.
Seorang wanita yang
menjaga lisannya dan tidak merendahkan kehormatan orang lain.
9.
Wanita yang tidak
terjerumus kepada apa yang Allah Ta’aalaa
haramkan.
10.
Dialah yang mengedepankan
suami, anak-anak, harta, serta jiwanya di jalan Allah Ta’aalaa juga dalam
rangka pembelaan terhadap agamanya.
Referensi :
Ibnu Qayyim al-jauziyyah dkk. 2013.
Takziyatun Nafs Terjemahan. Solo Pustaka
Arafah.
Ummu ‘Abdillah al-Wadi’iyyah. Nasihatiy Lin-Nisaa’. Kairo : Daar
al-Haramain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar