Translate

Sabtu, 31 Januari 2015

Cinta


Cinta. . .

Bagai mutiara indah dibalik karang
Putih, bersih, dan suci diatas mahligainya
Menjadi satu isyarat tentang sebuah makna
Dalam keutuhan azzam yang membentang..

Cinta. . .

Cinta suci adalah segalanya
Cinta yang berharga dalam bilangan nama-Nya
Cinta yang tak sekadar kata-kata
Tak sebatas duniawi semata..

Yang kita inginkan adalah cinta yang halal
Dalam setiap keberkahan-Nya
Dan engkau, akan menjadikannya semakin berwarna
Dalam dekapan kasih sayang-Nya..

Cinta yang halal...

Berapa banyak dari kita yang mengharapkannya
Begitu banyak dari kita yang mendambakannya
Tapi, jangan menghalalkan segala cara
Kerana cinta mengajari kita untuk mengerti
Arti sebuah keikhlasan..

Milikilah cinta diatas jalan yang haq
Cinta yang berpijak pada satu kekuatan yang utuh

Cinta bagaikan mutiara yang kian bercahaya
Jika mahar keimanan menjadi pondasinya
Kerana cinta telah mengajarkan kita tentang keindahan

Tentang kesempurnaan rasa di dalam dada

Hanya sejauh mana kita sanggup belajar
Menjadi sang pecinta sejati..

Biarlah semua indah pada waktunya

Tentang cinta yang halal
Tentang kedewasaan cintanya, cintaku, dan cintamu diatas jalan-Nya

Yang berakhir dengan keberkahan-Nya
Hingga menggapai jannah-Nya                                                                                                                        

CINTA Berujung Sendu



Seorang yg terbuai cinta maka segalanya terasa syahdu, ketika tak bertemu hatinya bergejolak rindu, suara parau pun terdengar merdu, dan akal pikirannya terkalahkan oleh kekuatan kalbu. Seorang yg cerewet bisa jadi terdiam seribu bahasa, sedang pendiam bisa menjadi pujangga, itulah kekuatan cinta.

Namun, masihkah engkau percaya bahwa cinta seindah itu? Ada sebagian kita, dengan cinta justru saki hati, sedih, marah, merana, dan tersiksa. Lalu, mengapa bisa begitu berbeda?

Terpeleset Cinta
Jatuh itu seringkali terasa sakit. Namun entah mengapa jika orang mengatakan ‘jatuh’ dan digabungkan dengan kata ‘cinta’, bukan menjadi suatu kesakitan, namun menjadi keindahan. Jika jatuh cinta itu terkesan begitu indah, maka boleh kiranya disebut ‘terpeleset cinta’, agar terkesan sedikit menyakitkan.
Terpeleset cinta, bisa jadi berawal dari pandangan, lirik-lirikan, kenalan, SMS-an, sok perhatian, pendekatan, mengajak jalan, lalu jadian. Padahal Nabi shallaallaahu ‘alaihi wasallam telah memberikan wasiat bagi orang-orang yg beriman kepada Allah dan hari akhir, dalam sabda beliau : “Barangsiapa yg beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut, karena setan menjadi yg ketiga di antara mereka berdua” (HR. Ahmad, shahih).

Sayangnya di zaman sekarang ini, seringkali yg pacaran justru di cap keren, yg jomblo katanya gak laku, sedang yg menjaga diri dengan anti pacaran disebut kuno.
Ya, memang itu kenyataannya, bermula dari budaya pacaranlah tragedi-tragedi sejenis MBA (Married By Accident) marak terjadi di negeri ini. Meskipun pacaran tak selalu berujung zina yg sesungguhnya (masuknya timba ke dalam sumur), namun pada hakikatnya zina seringkali diawali dari pacaran.

Peringatan Pencegahan
Di sisi lain, Allah Ta’aalaa telah memperingatkan kita untuk tidak dekat-dekat dengan zina, dalam firman-Nya (yg artinya) : “Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yg keji dan suatu jalan yg buruk” (QS. Al-Israa’ : 32).
 
Larangan mendekati zina lebih mengena daripada larangan melakukan perbuatan zina, karena larangan mendekati zina mencakup larangan terhadap semua perkara yg dapat mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Barangsiapa yg mendekati daerah larangan, ia dikhawatirkan akan terjerumus kepadanya (Kitab Tafsir Syaikh as-Sa’id).

Islam memerintahkan kita untuk melaksanakan tindakan pencegahan agar tidak terjerumus ke dalam perzinaan. Karena perbuatan zina merupakan suatu kekejian dan jalan yg buruk.
Ia adalah dosa yg sangat keji ditinjau dari kacamata syariat, akal sehat, dan fitnah manusia yg masih suci (Tafsir al-Kariim ar-Rahmaan).

Namun, beginilah yg terjadi. Mewabahnya pergaulan yg minim batas, dapat berimbas pada semakin legalnya perzinaan yg begitu banyak membawa kerugian. Di antara kerugian-kerugian perzinaan adalah :
  1. Perzinaan memunculkan berbagai penyakit yg mematikan. 
  2. Orang lain akan memandang rendah pelaku zina, sehingga hilanglah kemuliaan dirinya. Anak yg terlahir seolah-olah adalah aib, padahal ia terlahit tanpa dosa. 
  3. Populasi terancam musnah, karena merebaknya perzinaan maka banyak janin yg tumbuh tanpa diharapkan keberadaannya, sehingga banyak kasus aborsi. 
  4. Terputusnya silaturahim dan hilangnya garis keturunan yg jelas. 
  5.  Penyiksaan para pelakunya kelak di neraka. Serta masih banyak lagi kerugian lainnya.
Sungguh sangatlah banyak kerugian perzinaan. Oleh karena itu, sangatlah tepat jika Islam menutup rapat-rapat semua celah yg dapat mengantarkan seorang hamba kepada kejelekan dan kebinasaan ini. Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa melarang perbuatan zina, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa melarang pula semua perantara yg mengantarkan kepada perbuatan tersebut.
Wanita dan Harga Dirinya
Islam datang dengan syariatnya yg indah untuk memuliakan wanita, agar wanita terjaga harga diri dan kehormatannya. Islam memerintahkan kaum muslimah untuk menjaga tubuh mereka, menutup aurat, dan membatasi diri dalam pergaulannya dengan kaum lelaki. Semua itu semata-mata untuk melindungi kita, kaum hawa.
Dalam sebuah ayat, Allah berfirman (yg artinya) : “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demekian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu…” (QS. Al-Ahzaab : 59).
Di antara aturan aurat yg khusus bagi wanita adalah aturan dalam pakaian yg menutupi seluruh tubuh wanita. Sungguh penjagaan yg begitu hebat, Allah memerintahkan demikian agar mereka dapat selamat dari mata-mata khianat para laki-laki.
Fathimah radhiyallaahu ‘anha, putri tercinta Rasulullah shallaallaahu ‘alaihi wasallam, pada saat ditanya suaminya--Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu--mengenai perkara apa yg paling baik untuk wanita, Fathimah menjawab, “Dia (wanita_red) tidak melihat kaum lelaki dan lelaki tidak dapat melihatnya”. Inilah martabat tertinggi dari seorang wanita. Hingga Fathimah, putri dari manusia paling mulia Nabi Muhammad shallaallaahu ‘alaihi wasallam, mengatakan demikian.
Bahkan, ketika shalat berjamaah, shaf wanita yg terbaik adalah paling akhir. Maka, semakin jauh seorang wanita itu dari lelaki makin afdal wanita tersebut.
Akan tetapi, apa yg terjadi belakangan ini? Seorang wanita yg jelita semakin bangga jika makin banyak lelaki yg mencoba mendekati dan menggodanya. Wanita sekarang adalah tontonan gratis yg menyuguhkan kemolekan tubuhnya, untuk dapat dilihat dengan leluasa mata-mata lelaki yg tak beradab.
Padahal wanita diperintahkan menjaga kehormatannya, menjaga kemaluannya, menundukkan pandangannya, menjaga diri dari laki-laki, dan menutupi auratnya.
Ingatlah saudariku…perintah itu bukanlah nasihat guru agama, bukan pula perkataan seorang ustadz atau ustadzah, juga bukan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), tetapi perintah itu datangnya dari Allah Ta’aalaa, Rabb Yang Maha Mengetahui apa yg terbaik untuk para hamba-Nya.
Pihak Wanita Dirugikan
Percayalah wahai wanita… pacaran pada hakikatnya hanyalah sebuah ‘hubungan (yg dianggap) spesial’ antara seorang laki-laki dan wanita tanpa adanya ikatan, tanpa wali, tanpa saksi, dan tanpa bukti (tertulis dari negara). Oleh karena itu, mudah saja hubungan itu diadakan dan muda pula dibubarkan.
Mengapa lelaki menyukai hubungan yg tidak terikat? Karena pihak laki-laki lebih sedikit mendapatkan kerugian, dibandingkan kita para wanita. Konon katanya, masa depan lelaki tidak dinilai dari masa lalunya, namun ia dipilih karena masa depannya. Adapun wanita tak sama dengan lelaki, kehormatannya tak dapat kembali dua kali. Ia dipilih dengan pertimbangan masa lalunya. Masa lalu kita adalah sebuah investasi yg menggambarkan bagaimana calon pendamping kita kelak.
Sebuah kerugian pula, jika seorang wanita tidak menjaga dirinya dengan baik, maka ia akan dijauhi oleh laki-laki yg baik. Pada akhirnya, bukankah kita menginginkan sesosok suami yg dapat membimbing kita ke surga, bersama-sama dengan orang tua, anak-anak, dan keluarga kita kelak? Bukankah kebahagiaan yg demikian itu yg hakiki? Yakni surga seisinya?
Karena Allah telah memberikan jaminan, dan jaminan Allah bukanlah jaminan yg kosong. Jaminan itu ialah firman-Nya (yg artinya), “Wanita-wanita yg keji adalah untuk laki-laki yg keji, dan laki-laki yg keji adalah untuk wanita-wanita yg keji (pula), dan wanita-wanita yg baik adalah untuk laki-laki yg baik dan laki-laki yg baik adalah untuk wanita-wanita yg baik (pula)…” (QS. An-Nuur : 26).
Wahai saudariku yg cantik… dalam perkara lain, ada sebuah kalimat yg menunjukkan realita. Kalimat ini sungguh akan membuat kita sangat geram. Kalimat itu ialah : “Pacaran adalah seni menikmati estetika wanita”. Lho, memangnya kita apa? Pajangan yg dengan leluasa bisa dinikmati. Saudariku, relakah engkau dengan semua itu? Meskipun itu hanya sederet kata, kenyataannya memang demikian. Wanita dipacari karena jelita wajahnya, semampai tingginya, dan putih kulitnya. Untuk apa? Engkau telah tahu jawabannya.
Maka saudariku, janganlah kita terpedaya. Karena tiadalah untung bagi kita, untuk mencoba-coba terpeleset dalam kubangan cinta, yg tak jelas arah datang dan tujuannya (baca : pacaran).

Oleh karena itu, saudariku… kuingin kalian menjaga diri-diri kalian. Tidakkah kita menginginkan untuk ikut meramaikan surga-Nya? Surga merupakan tempat terbaik dan tiada banding keindahannya. Kita tahu bahwa keindahan surga tak pernah terbayangkan oleh pikiran dan yg tak pernah dilihat mata. Maka pasti surga jauh lebih indah dari bayangan kita dan apa yg pernah kita lihat.

Referensi :
  1. Al-Qur’an 
  2. Al-Jarullah, ‘Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim. 2004. Inilah Tanggung Jawab Wanita Muslimah. Bogor : Pustaka Imam Syafi’i 
  3. Al-Wadi’iyyah, Ummu Abdillah. 2006. Muslimah Kupersembahkan Nasihatku. Terjemahan. Solo : Maktabah al-Ghuroba’ 
  4. Beberapa Artikel tentang Pacaran dalam Pandangan Islam 
  5.  Beberapa Artikel tentang Pacaran dalam Prespektif Psikologis